Seseorang yang akan melakukan penelitian sejarah
harus memahami metode sejarah. Metode sejarah adalah
proses menguji dan
menganalisa secara kritis rekaman dari peninggalan masa lampau. Metode tersebut
terdiri dari serangkaian langkah atau prosedur yang harus ditempuh oleh si
peneliti dalam melakukan penelitiannya agar dapat berlangsung secara objektif.
Dengan demikian metode sejarah dipandang sebagai alat atau sarana bagi peneliti
untuk melaksanakan penelitian dan penulisan sejarah.Langkah-langkah yang dimaksud adalah :
1. Pemilihan Topik.
Sebelum melakukan peneliian sejarah, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan topik yang akan diteliti. Topik yang diteliti haruslah merupakan topik yang layak untuk dijadikan bahan penelitian dan bukan merupakan pengulangan atau duplikasi dari penelitian sebelumnya. Kelayakan topik penelitian dapat dilihat dari ketersediaan sumber yang dapat dijadikan bahan untuk penelitian. Jangan sampai kita menetapkan topik yang menarik tetapi sumbernya ternyata tidak ada.
Berbeda dengan penelitian ilmu pengetahuan lainnya, penelitian sejarah sangat tergantung kepada ketersedian sumber. Jadi topik yang diteliti harus merupakan hal yang baru dan diharapkan dapat memberikan informasi yang baru atau ditemukan teori baru.
Pemilihan topik harus memperhatikan hal-hal berikut :
1. Menarik untuk diteliti
2. Asli, bukan merupakan pengulangan
3. Ketersediaan sumber
4. Kedekatan emosional, misalnya yang berhubungan dengan lingkungan sekitar kita Pemilihan topik ini sangat penting agar peneliti lebih terarah dan terfokus pada masalahnya.
Untuk mengarahkan, dalam topik tersebut sebaiknya kita ajukan terlebih dahulu pertanyaan yang akan menjadi masalah yang akan diteliti. Pertanyaan itu meliputi: what (apa), why (mengapa), who (siapa), where (dimana), when (kapan), dan how (bagaimana). Pertanyaan itu diajukan agar penelitian lebih bersifat ilmiah. Misalnya kita akan meneliti tentang sejarah peristiwa Lengkong. Maka pertanyaan yang dapat kita ajukan adalah : Apa yang dimaksud dengan peristiwa Lengkong ? Mengapa peristiwa itu bisa terjadi ? Siapa tokoh pelaku dalam peristiwa itu ? Dimana terjadinya peristiwa itu ? Kapan terjadinya peristiwa itu ? Bagaimana jalannya peristiwa itu ?
2. Pengumpulan Data/Sumber
Setelah menetapkan topik, langkah selanjutnya adalah pengumpulan data sebagai sumber penelitian. Tahap ini disebut juga dengan heuristik (bhs. Yunani : Heureskein = menemukan). Tahap heuristik adalah tindakan sejarawan untuk mengumpulkan sumber dan jejak-jejak sejarah yang diperlukan yang terkait dengan masalah yang diteliti. Pencarian dapat dilakukan diberbagai dokumen, mengunjungi situs sejarah, atau dengan mewawancarai tokoh yang menjadi saksi atau mengetahui tentang suatu peristiwa sejarah.
Untuk memudahkan penelitian, sumber-sumber sejarah yang begitu banyak dan kompleks perlu diklasifikasikan. Sumber sejarah adalah segala sesuatu yang secara langsung maupun tidak menyampaikan kepada kita tentang sesuatu peristiwa dimasa lalu. Sumber sejarah merupakan bukti dan fakta adanya kenyataan sejarah. Tanpa adanya sumber, sejarawan tidak akan bisa berbicara apa-apa tentang masa lalu. Adapun sumber sejarah berasal dari bukti-bukti sejarah (evidensi), yaitu segala sesuatu yang dapat dipandang sebagai peninggalan sejarah yang dapat memberikan informasi tentang terjadinya peristiwa pada masa lampau.
Sumber tersebut dapat berupa sumber lisan, tulisan, dan benda-benda peninggalan sejarah berupa artefak, fosil, prasasti, dan lain-lain. Sumber lisan yaitu setiap tuturan lisan yang disampaikan oleh orang atau kelompok orang tentang suatu peristiwa nyata yang terjadi pada masa lampau. Sedangkan sumber tulisan, yaitu segala bentuk informasi mengenai peristiwa sejarah yang diperoleh dari berbagai tulisan. Dan sumber yang berupa benda budaya peninggalan sejarah atau artefak adalah segala macam bentuk benda budaya yang diduga pernah digunakan oleh masyarakat manusia pada masa lampau yang dapat memberi informasi tentang peristiwa masa lampau.
Sumber sejarah dapat dibagi kedalam dua jenis, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber asli, berupa kesaksian pelaku atau saksi mata yang hadir dan melihat suatu peristiwa. Sumber ini diperoleh dan dihasilkan dari sisa atau jejak dan orang yang sejaman dengan peristiwa itu. Sumber sekunder adalah sumber yang diperoleh dari tangan kedua, yaitu orang yang tahu suatu peristiwa, tetapi tidak hadir dan melihat peristiwa itu berlangsung. Dapat pula ditambahkan bahwa sumber sejarah dapat berupa sumber formal dan non formal.
Menemukan sumber sejarah tidaklah mudah, mengingat ada peristiwa yang sedikit sekali meninggalkan jejak, bahkan karena sesuatu hal tidak meninggalkan jejak sama sekali. Namun ada pula peristiwa yang meninggalkan jejak yang melimpah. Selain itu sumber sejarah ada yang dengan cepat ditemukan dan diketahui, tetapi ada pula yang setelah beberapa waktu yang lama kemudian baru diketahui. Hal ini bisa terjadi karena jarak waktu. Semakin dekat jarak waktu antara sipeneliti dengan peristiwa sejarah, semakin banyak sumber sejarah yang dapat diperoleh. Sebaliknya, semakin jauh jarak waktunya, semakin langka dan sedikit sumber sejarah yang didapatkan.
3. Verifikasi
Sebelum data dan sumber sejarah yang terkumpul digunakan sebagai pendukung penelitian, terlebih dahulu dilakukan Verifikasi (pengujian), baik dari segi kebenaran materi atau isi maupun keaslian dari data sumber tersebut. Dalam ilmu sejarah tahap ini disebut kritik. Kritik sejarah tersebut meliputi kritik intern yaitu kritik terhadap isi dan materi, dan kritik ekstern yaitu kritik terhadap keaslian sumber-sumber tersebut. Kritik intern adalah penilaian keakuratan atau keautentikan terhadap materi sumber sejarah.
Didalam proses analisa terhadap suatu dokumen, sejarawan harus selalu memikirkan unsur-unsur yang relevan didalam dokumen itu sendiri secara keseluruhan. Unsur didalam dokumen dianggap relevan dan dapat dipercaya (kredibel) apabila unsur itu paling dekat dengan apa yang telah terjadi. Identifikasi terhadap sipembuat dokumen atau sumber sejarah pun perlu dilakukan untuk menguji keautentikannya. Kritik ekstern umumnya menyangkut keaslian bahan yang digunakan dalam pembuatan sumber sejarah, seperti prasasti, dokumen, dan naskah. Untuk membedakan itu suatu tipuan dari dokumen asli, sejarawan dapat menggunakan pengujian yang biasa digunakan didalam penyelidikan polisi dan kehakiman.
Bentuk penelitian yang dapat dilakukan sejarawan misalnya tentang waktu pembuatan dokumen, atau penelitian tentang bahan materi pembuatan.
4. Interpretasi
Setelah memberikan kritik terhadap sumber, langkah berikutnya adalah memberikan penafsiran atau interpretasi. Pada tahap ini dapat berlaku sifat subjektifitas, karena sejarawan akan melihat sumber sejarah dari sudut pandang yang berbeda. Perbedaan penafsiran terhadap suatu peristiwa yang sama mungkin juga terjadi. Perbedaan tersebut terjadi karena diantara para sejarawan memiliki pandangan, wawasan, ketertarikan, ideology, kepentingan, latar belakang sosial dan tujuan yang berbeda
Interpretasi pada dasarnya merupakan langkah yang dilakukan dalam menjawab permasalahan dari topik yang diteliti. Fakta yang dihasilkan melalui kritik harus dihubungkan antara yang satu dengan yang lainnya, terutama dalam konteks hubungan sebab akibat atau adanya hubungan yang sangat berarti/signifikan.
5. Historiografi atau penulisan sejarah
Merupakan langkah bagaimana sejarawan mengkomunikasikan hasil penelitiannya untuk diketahui umum. Sejarawan melakukan penyusunan kisah sejarah sesuai dengan norma-norma dalam disiplin ilmu sejarah. Diantaranya yang penting adalah harus kronologis. Disamping itu harus diupayakan seobjektif mungkin. Dalam menulis sejarah berarti seorang sejarawan merekonstruksi sumber-sumber sejarah yang telah ditemukannya menjadi suatu cerita sejarah.
Kemampuan menulis merupakan syarat yang penting bagi seorang sejarawan. Ia harus mampu berimajinasi dalam menyusun cerita sejarah. Kemampuan berimajinasi dalam menulis menunjukan bahwa menulis sejarah mengandung unsur seni. Bahkan apabila tulisan sejarah itu mampu mengajak pembacanya ikut menerawang kemasa silam dapat mengandung kesan berekreasi kemasa lampau.
Bentuk-bentuk historiografi antara lain dapat berupa:
Narasi yang isinya lebih banyak bercerita sesuai dengan apa yang diinformasikan oleh sumber sejarah. Deskriptif yang isinya lebih detail dan kompleks dibandingkan dengan narasi.
Dan Analistis, yang isinya lebih banyak berorientasi pada penelaahan masalah.
Sehingga tidak sekedar bercerita tetapi banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mendalam dengan tinjauan berbagai aspek. Penulisan yang baik adalah gabungan antar unsur naratif, deskriptif dan analitis. Bentuk gabungan ini akan menampilkan unsur cerita, detail sumber dan analisa terhadap peristiwa sejarah.
Bentuk-bentuk penelitian Dilihat dari teknik pengumpulan data, penelitian sejarah dibagi dalam dua bentuk, yaitu penelitian Lapangan dan penelitian kepustakaan.
1. Penelitian Lapangan Dalam melakukan penelitian lapangan seorang sejarawan datang ketempat terjadinya peristiwa sejarah atau tempat ditemukannya peninggalan-peninggalan sejarah (situs). Bila peninggalan tersebut telah disimpan di museum, maka penelitian dilakukan di museum. Dan apabila benda-benda peninggalan itu masih terpendam didalam tanah, maka sejarawan harus melakukan penggalian atau ekskavasi. Jika seorang sejarawan memerlukan keterangan langsung dari pelaku atau saksi sejarah yang masih hidup sebagai sumber lisan maka bisa dilakukan melalui metode wawancara (interview)
2. Penelitian kepustakaan Penelitian kepustakaan disebut juga dengan penelitian dokumenter. Dalam melakukan penelitian dokumenter, seorang peneliti memfokuskan perhatiannya untuk memperoleh data-data tertulis yang disimpan di museum atau perpustakaan. Untuk mendapatkan data dan informasi yang benar dan akurat, peneliti dapat melakukan studi komparatif, yaitu membandingkan sumber yang satu dengan sumber yang lainnya yang berkenaan dengan suatu hal.
Oleh :
Aenun Nasyifa Z.A.
BagiBagiIlmu@blogspot.com :D
0 komentar:
Posting Komentar