Tips Percantik Blogger

Senin, 03 Februari 2014

Al-Hadits






 Quotes from https://www.akhwat1cinta.blogspot.com/








PENGERTIAN AL-HADITS :

Segala perilaku Nabi Muhammad Saw berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapannya


KEDUDUKAN AL-HADITS
Sebagai sumber hukum Islam ke-dua setelah Al-Qur’an

MACAM-MACAM AL-HADITS
1.        Hadits Qauli
Yang dimaksud dengan hadits qauli adalah segala yang disandarkankepada Nabi SAW yang berupa perkataan atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan keadaan, baik yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, akhlak, maupun yang lainnya. Di antara hadits qauli ialah hadits tentang do’a Rosul SAW yang ditunjukan kepada yang mendengar, menghafal, dan menyampaikan ilmu. Hadits tersebut berbunyi:

نَضَّرَ اللهُ أَمْرًا سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ غَيْرَهُ فَإِنَّهُ رُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيْهٍ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهً إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ ثَلاَثُ خِصَالٍ لَا يَغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ أَبَدًا إِخْلاَصُ الْعَمَلِ لِلَّهِ وَمُنَصَحَةُ وُلاَةِ اْلأَمْرِ وَلُزُوْمُ الْجَمَاعَةِ فَإِنَّ دَعْوَتَهُمْ تُحِيْطُ مِنْ وَرَائِهِمْ (رواه احمد)

Artinya: “Semoga alloh memberikan kebaikan kepada orang yang mendengarkan perkataan dariku kemudian menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain, karena banyak orang berbicara mengenai fiqh padahal ia bukan ahlinya. Ada tiga sifat yang karenannya tidak akan timbul rasa dengki dihati seorang muslim, yaitu ikhlas beramal semata-mata kepada Alloh SWT, menasehati, taat dan patuh kepada pihak penguasa; dan setia terhadap jama’ah. Karena sesungguhnya do’a mereka akan memberikan motivasi (dan menjaganya) dari belakang”. (HR. Ahmad)
Contoh lain tentang bacaan surah al- Fatihah dalam shalat, yang berbunyi:

لَا صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يقْرَأْ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ (رواه مسلم)

Artinya: “Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Fatihah Al-Kitab”. (HR. Muslim)

2.        Hadits Fi’li
Dimaksudkan dengan Hadits Fi’li adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa perbuatannya yang sampai kepada kita. Seperti hadits tentang shalat dan haji. Contoh Hadits Fi’li tentang shalat adalah sabda Nabi SAW yang berbunyi:
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ (رواه البخار)
Artinya: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”. (HR. Bukhari)
Contoh lainnya hadits yang berbunyi:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ مَا تَوَجَّهَتْ بِهِ (رواه الترمذى)

Artinya: “Nabi SAW shalat di atas tunggangannya, kemana saja tunggangannya itu menghadap”. (HR. Al-Tirmidzi)
3.        Hadits Taqriri

Yang dimaksud dengan hadits taqriri adalah segala hadits yang berupa ketetapan nabi SAW terhadap apa yang datang dari sahabatnya. Nabi SAW membiarkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat, baik mengenai pelakunya maupun perbuatannya.
Diantara contoh hadits taqriri, ialah sikap Rosul SAW membiarkan para sahabat melaksanakan perintahnya, sesuai dengan penafsiranya masing-masing sahabat terhadap sabdanya, yang berbunyi:

لاَ يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ اْلعَصْرَ إِلَّا فِيْ بَنِيْ قُرَيْظَةَ (رواه البخارى)

Artinya: “Jangalah seorang pun shalat’ Asar selain di Bani Quraizah”.
Sebagai shabat memahami larangan tersebut berdasarkan pada hakikat perintah tersebut, sehingga mereka tidak melaksanakan shalat’ Asar pada waktunya. Sedang golongan sahabat lainya memahami perintah tersebut dengan perlunya segera menuju Bani Quraizah dan jangan santai dalam peperangan, sehingga bisa shalat tepat pada waktunya. Sikap para sahabat ini dibiarka oleh Nabi SAW tanpa ada yang disalahkan atau diingkarinya.

4.        Hadits Hammi
Yang dimaksud dengan hadits Hammi adalah hadits yang berupa hasrat Nabi SAW yang belum terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 Asyura. Dalam riwayat Ibn Abbas, disebutkan sebagai berikut:

حِيْنَ صَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ (رواه مسلم)

Artinya: “Ketika Nabi SAW berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata: Ya Nabi! Hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Nabi SAW bersabda: Tahun yang akan datang insya’ Alloh aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan”. (HR. Muslim)
Nabi SAW belum sempat merealisasikan hasratnya ini, karna wafat sebelum sampai bulan Asyura. Menurut Imam Syafi’i dan para pengikutnya, bahwa menjalankan hadits hammi ini disunahkan, sebagaimana menjalankan sunnah-sunnah yang lainnya.

5.        Hadits Ahwali
Yang dimaksud dengan hadits ahwali ialah hadits yang menyebutkan hal ihwal Nabi Muhammad SAW yang menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadiannya. Adapun tentang keadaan fisik Nabi SAW, dalam beberapa hadits disebutkan bahwa beliau tidak terlalu tinggi dan tidak pendek, sebagaimana dikatakan Al-Bara’i dalam sebuah hadits berikut:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ وَجْهًا وَأَحْسَنَهُ خَلْقًا لَيْسَ بِاالطَّوِيْلِ الْبَائِنِ وَلاَ بِالْقَصِيْرِ (رواه البخارى)

Artinya: “Rasululloh SAW adalah manusia yang memiliki sebaik-baiknya rupa dan tubuh. Keadaan fisiknya tidak tinggi dan tidak pendek”.
Dalam hadits lain disebutkan:

قَالَ أَنَسٌ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَا مَسَسْتُ حَرِيْرًا وَلَا دِيْبَاجًا أَلْيَنَ مِنْ كَفِّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا شَمِمْتُ رِيْحًا قَطُّ أَوْ عُرْفًا قَطُّ أَطْيَبَ مِنْ رِيْحٍ أَوْ عَرْفِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ سِنِيْنَ فَمَا قَالَ لِيْ قَطُّ أُفٍّ

Artinya: “Berkata Anas bin Malik, “Aku belum pernah memegang sutra murni dan sutra berwarana sehalus telapak tangan Rasul SAW juga belum pernah mencium wewangian seharum Rasul SAW. Aku mengabdi kepada beliau selama sepuluh tahun, beliau tidak pernh berkata yang menyakitkan hatiku”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Mengenai sifat Rasululloh SAW di sebutkan dalam hadit Ibnu Umar tersebut:

لَمْ يَكُنْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاحِشًا وَلَا مُتَفَحِّشًا وَكَانَ يَقُوْلُ إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحْسَنَكثمْ أَخْلَاقًا

Artinya: “Rasululloh SAW bukanlah orang yang melampaui batas dan suka berkata kotor. Bahkan beliau bersabda, “Sebaik-baiknya kamu adalah sebaik akhlakmu”. (HR. Bukhari)

FUNGSI AL-HADITS
1. Bayan at-Taqrir
Bayan al-tagrir disebut juga dengan bayan dan bayan al-itsbat. Yang dimaksud dengan bayan ini, ialah mene­tapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Quran. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi
Abu Hamadah menyebut bayan tawir atau bayan ta'kid ini dengan istilahbayan al-muwafiq li al-nas al-kittib. Hal ini dikarenakan munculnya hadis-hadis itu sealur (sesuai) dengan nas al-Quran.12

2. Bayan al-Tafsir
Yang dimaksud dengan bayou al-tafsir adalah bahwa keha­diran hadis berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Quran yang masih bersifat global (mujmal), memberikan  ersyaratan/batasan (taqykl) ayat-ayat al-Quran yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhsish) terhadap ayat-ayat al-Quran yang masih bersifat umumy/Di antara contoh: "Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat". (HR. Bukhari)
Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah:
Dan kerjakanlah shalat, tunaikan zakat, dan ruku7ah beserta orang-orang yang ruku. (QS. Al-Bagarah 43)

3. Bayan at-Tasyri'
Yang dimaksud dengan Bayern Al-Tasyrr adalah mewujud­kan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam
al-Quran, atau dalam al-Quran hanya terdapat pokok-pokoknya (ashl) saj a. Abbas Mutawalli Hammadah juga menyebut bayan ini
dengan "zit' 'id `ala db al-karim" .I8 Hadis Rasul SAW dalam
segala bentuknya (baik yang qauli, fi'li maupun taqriri) berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang muncul, yang tidak terdapat dalam al-Quran. Ia berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para saha­bat atau yang tidak diketahuinya, dengan menunjukkan bim­bingan dan menjelaskan duduk persoalannya.

UNSUR DALAM HADITS
·         matan (teks atau perkataan yang disampaikan);
·         rawi (disebut juga perawi) adalah orang yang menyampaikan atau yang meriwayatkan hadits yang pernah diterimanya dari seseorang ke dalam suatu kitab;
·         sanad, adalah orang-orang yang menjadi sandaran dalam meriwayatkan hadits. Dengan kala lain, sanad adalah orang-orang yang menjadi perantara dari Nabi Muhammad Rosulullah saw. kepada perawi.

Ketiga istilah tersebut lebih jelasnya terdapat dalam suatu hadits berikut ini: Imam
 Muslim berkata, telah meriwayatkan kepada kami Sahl bin Utsman Al- Askari, Sahl menerima berita dari Yahya bin Zakaria, Yahya mendengar dari Sa’ad bin Thoriq, Sa’ad menerima dari Sa’ad bin Ubaidah, Sa’ad bin Ubaidah menerima dari Ibnu Umar, dan Ibnu Umar mendengar bahwa Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Asas Islam itu ada lima, yakni syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji.”

Yang disebut matan dalam hadits tersebut adalah perkataan: "Asas Islam itu ...". Rowi (perawi atau periwayat) yang terakhir bagi (ita ialah Imam Muslim. Dan yang disebut sanad ialah Sahl bin Utsman Al-Askari, Yahya bin Zakaria, Sa’ad bin Thoriq, Sa’ad bin Ubaidah, dan Ibnu Umar. Merekalah yang disebut sandaran atau perantara dari Nabi Muhammad Rosulullah saw. kepada perawi.

Terkadang suatu hadits memang memiliki banyak sanad. Penyebutan sanad secara lengkap itu sangat diperlukan bagi ahli hadits untuk meneliti derajat hadits tersebut. Namun bagi ulama yang menyusun kitab hadits sebagai petunjuk praktis dalam kehidupan sehari-hari hanya menyebutkan sahabat yang mendengarkan langsung dari Nabi Muhammad Rosulullah saw. Untuk hadits di atas misalnya hanya disebutkan: Ibnu Umar mendengar bahwa Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Asas Islam itu ada
 lima, yakni syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji."

Terkadang suatu hadits juga diriwayatkan oleh beberapa Imam Ahli Hadits. Dalam kata lain hadits yang sama selain termuat dalam Shohih Bukhori, juga terdapat dalam shohih Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasa’i, dan Tirmidzi, meskipun ada yang sanadnya berbeda. Ulama-ulama hadits berikutnya, yang menyusun hadits-hadits berdasarkan karya para imam tersebut, tidak perlu menyebutkan seluruh nama imam itu. Untuk menghemat pencantuman nama-nama perawi terakhir, mereka cukup mencantumkan bilangan jumlah periwayatnya. Misalnya pencantuman Lima Ahli Hadits, berarti hadits tersebut diriwayatkan oleh tiga dari imam hadits yang tersebut di atas.

Judul: Al-Hadits; Ditulis oleh Unknown; Rating Blog: 5 dari 5

0 komentar:

Posting Komentar